Kisah sepasang suami istri yang merawat para ODGJ

    311

    Kisah sepasang suami istri yang merawat para ODGJ – Desa Paringan, Kecamatan Jenangan nampak sebuah bangunan yang layaknya sebuah asrama. Ketika didekati, ternyata para penghuni bangunan tersebut bukanlah warga normal pada umumnya. Melainkan para penderita Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ). Mereka ini dikumpulkan dalam satu bangunan dan dirawat didalam rumah tersebut.

    <@ikl

    Pemilik tempat tersebut adalah sepasang suami istri bernama Heru Setiawan (50) dan Lamini (45). Sepasang suami istri ini sudah mengabdikan diri dengan menjadi perawat bagi para ODGJ. Mereka telah menjalani perawatan ini sejak 28 tahun lalu. “Ini karena kami iba dengan kondisi mereka yang terlantarkan di jalan, siapa yang mau merawat mereka jika bukan kami”, tutur Heru.

    Rumah ini terdapat 3 ruangan yang masing masing berukuran 3 x 2,5 meter yang menampung 8 orang penderita ODGJ. Mereka dipisahkan berdasarkan jenis kelamin. Disini mereka diajari untuk melakukan kebutuhan dirinya secara mandiri, mulai dari mandi, makan, memasak hingga cuci baju sendiri.

    Dilansir dari detik.com, para penghuni nampak tenang, seperti layaknya orang normal yang melihat tayangan televisi, ada yang duduk santai di kamar dan juga ada pula yang sibuk menyapu. Ketika Lamini mau membagi makanan ringan, mereka tampak tenang ketika diberi kue. Bahkan setelah di beri, tidak lupa juga mereka mengucapkan terima kasih dan tersenyum.

    Heru mengatakan bahwa setiap waktu makan tiba, semua para penghuni tidak sabar untuk bisa makan. Aktivitas makan telah menjadi agenda rutin tempat ini. Setelah makan, semua penghuni minum obat agar mempercepat proses kesembuhannya.

    “Ada yang minum obat tiga kali sehari, ada yang dua kali sehari” Kata Heru.

    Obat yang diberi bukanlah obat sembarangan, melainkan berasal dari dokter kejiwaan dari Dinas Kesehatan yang dipasok setiap bulannya. Dokter yang menangani segi kejiwaan sesuai prosedurnya, pasien jiwa yang masuk kesini juga terlebih dahulu menjalani pemeriksaan kesehatan, nantinya dokter pun akan mendiagnosa jenis penyakitnya.

    Heru mengatakan bahwa disini semuanya jenis Skizofrenia. Ternyata, Heru juga memiliki cara unik agar para penghuni gangguan kejiwaan ini mau minum obat, hal ini disebabkan bila susah minum obat, maka akan memperlambat penyembuhan mereka.

    “Minum obat gampang gampang susah, bila mau di kasih pil polos, dibilang ini kayak permen, enak” Kata Heru. Mereka pun mencatat setiap para perkembangan kejiwaan yang satu dengan yang lain, tujuannya untuk mengetahui bagaimana upaya penyembuhannya. Pencatataan itu disesuaikan dengan nama masing-masing.

    “Saya itu iba, saya ikhlas merawat mereka. Saya juga bersyukur bisa merawat mereka itu kok saya kuat.”, Jelas Lamini.

    Awalnya penghuni ini ditempatkan di barak dekat ‘nempel’ jadi satu dengan rumah milik keluarga Heru. Namun karena semakin banyak penghuni, Heru pun memutuskan untuk mengajari para penghuni laki laki membuat batako untuk digunakan membuat bangunan yang lebih layak. Sumbangan dari para donatur dan keluarga pasien pun menjadi berkah tersendiri agar para penghuni bisa tinggal di tempat yang layak dan nyaman.

    Menurutnya sebagian besar penghuni adalah gelandangan yang berasal dari penertiban satpol PP. Namun ada pula yang datang karena diantar oleh keluarganya. Selain dari Ponorogo sendiri, ada juga yang berasal dari Madiun, Magetan, Wonogiri, Trenggalek dan juga daerah sekitarnya.

    Mereka yang telah dinyatakan membaik, akan diajari pekerjaan. Tercatat dari pasien yang telah membaik, bekerja disejumlah tempat kerja. Mulai dari mengurus kebun, membersihkan tempat para penghuni bahkan penghuni lama pun mampu memasak dan menyediakan makanan bagi penghuni baru.

    Setiap proses kesembuhan setiap pasien beda beda. Ada yang menahun sakit dan dirawat di rumah, ada yang tidak sembuh sembuh, namun tim medis tidak lelah memberikan dosis obat kepada mereka.

    Heru menambahkan dirinya mendirikan tempat rehabilitasi ini karena ingin mengurangi orang orang yang gangguan jiwa. Hal ini dilatarbelakangi dengan mendirikan pusat rehabilitasi warga yang terganggu kejiwaannya. Dari awal pendirian hingga saat ini, jumlah pasien yang sembuh telah mencapai puluhan orang. “Sekitar 59 orang” pungkas pria yang menjabat sebagai Kepala Dusun.

    <@ads