HomeFaktaKisah Hidup Stanley Underhill, Seorang Pendeta yang Mengakui Bahwa Dirinya Merupakan Seorang...

Kisah Hidup Stanley Underhill, Seorang Pendeta yang Mengakui Bahwa Dirinya Merupakan Seorang Homoseksual Pada Usia 91 Tahun

Kisah Hidup Stanley Underhill, Seorang Pendeta yang Mengakui Bahwa Dirinya Merupakan Seorang Homoseksual Pada Usia 91 Tahun – Stanley Underhill, seorang pendeta Inggris, membuat keputusan mengejutkan tentang membicarakan mengenai seksualitasnya sebagai seorang gay.

Pada usianya yang sudah menginjak 91 tahun, Stanley Underhill, seorang pendeta Inggris membuat keputusan yang menggemparkan publik dimana ia berbicara terbuka mengenai orientasi seksualnya sebagai seorang gay.

Pengakuannya ini muncul dalam sebuah memoar “Coming Out of The Black Country” yang diterbitkan pada 2018 dan berbagai wawancara dengan media. Pengakuan Underhill ini bukan hanya soal identitas pribadinya saja tetapi juga refleksi dari perjalanannya yang panjang dengan penuh tekanan sosial, depresi, ekspetasi institusi, dan kerinduan spiritual, serta keaslian.

Coming Out Of The Black Country: Amazon.co.uk: Underhill, Stanley, Allison,  Dave, Ozanne, Jayne, Völker, Thomas: 9781527296626: Books

Source : Amazon

Dilansir dari SindoNews, Underhill sendiri memiliki nama Stanley R. Underhill lahir pada tahun 1927 di kawasan Black Country, Inggris Barat. daerah ini terkenal sebagai jantung industri berat Inggris, penuh asap pabrik, kemiskinan, dan kerasnya budaya kelas pekerja.

Baca juga : Para Peneliti Jepang Mendapatkan Hadiah Penghargaan Untuk Sebuah Ide Unik Melukis Sapi dengan Garis-Garis Putih Mirip Zebra

Diketahui juga bahwasannya identitas rincinya tetap dirahasiakan, termasuk juga dengan inisial “R” pada nama Underhill, begitu juga dengan identitas orang tuanya.

Underhill sudah bisa merasakan ada yang berbeda dengan dirinya sejak kecil. Dia mengaku tidak menyukai permainan kasar anak laki-laki dan juga cenderung lebih condong pada dunia seni dan juga bacaan.

Namun ternyata perbedaan itu juga langsung mengundang stigma, yang didalam memoarnya “Coming Out of The Black Country”, dia juga menceritakan bagaimana ayahnya menolak kecenderungan dirinya yang lembut. ia menuliskan bahwa sejak usia sekolah dia memang sudah menjadi sasaran olok-olok, dipanggil dengan sebutan merendahkan.

Ia juga menuliskan “Sejak awal saya belajar bahwa berbeda berarti dipermalukan. Saya belajar untuk menutup mulut, menyembunyikan, dan berpura-pura,”

Pada usia remaja, Underhill sempat bekerja sebagai penyusun huruf di percetakan Birmingham. Di masa Perang Dunia II, dia juga bergabung dengan Royal Navy (Angkatan Laut Kerajaan Inggris) sebagai perawat.

Di kapal perang, dia mengalami sebuah kejadian yang mengubah hidupnya, dimana dia jatuh cinta kepada seorang pria. Namun, kisah tersebut memiliki akhir yang pahit. Orang yang dicintainya itu malah memilih untuk “bertobat” dan malah mencoba melakukan semacam pengusiran setan kepadanya.

“Saya diperlakukan seolah diri saya adalah iblis yang harus diusir,” kenangnya. Pengalaman ini membuatnya semakin yakin bahwa dirinya “rusak” di mata agama. Dia menulis: “Saya percaya bahwa apa yang saya rasakan adalah kekejian di hadapan Tuhan.”

Selama dekade 1950-1960, homoseksual masih dianggap kejahatan dan juga penyakti mental di Inggris, Underwill sendiri juga membuat pengakuan bahwa : “Depresi yang saya alami disebabkan oleh ketidakmampuan saya menerima bahwa saya homoseksual. Saya tidak ingin menjadi homoseksual. Saya ingin seperti orang lain, punya istri dan anak. Itu membuat saya sangat hancur.”

Underwill juga memberikan pengakuan bahwa dia pernah mencoba terapi Freudian, konsuktasi kepada psikiater, suntikan hormon testosteron, hingga obat litium. Namun semua itu hanyalah memperburuk keadaan.

Dia menambahkan juga bahwa “Mereka berkata homoseksualitas adalah penyakit jiwa, jadi mereka menyuntikkan hormon laki-laki ke dalam tubuh saya. Itu tidak menyembuhkan apa pun, hanya membuat saya semakin terangsang dan bingung,”

Pada akhirnya , setelah berulang kali menjalani terapi yang berujung gagal dia menyerah. Di usianya yang sudah sekitar 40 tahun, dia memutuskan untuk berhenti dari semua terapi. Ia juga mengenang fakta tersebut dengan mengatakan “Saya mencoba hidup sebagai pria heteroseksual, karena hidup terlalu berbahaya,”

Mulai dari Akuntan menjadi seorang pendeta. Sebelum terjun ke dunia gereja, Underhill sempat bekerja sebagai akuntan. Tetapi, kegelisahan hidup dan juga kerinduan spiritual yang begitu besar membawanya pada keputusan besar, yakni masuk ke Anglican Society of St. Francis pada tahun 1970-an.

Underwill kemudian ditahbiskan menjadi pendeta Anglikan, melayani di berbagai keuskupan, termasuk Southwark, Lichfield, Canterbury, hingga bertugas sebagai kapelan di Diocese of Europe.

Tetapi atas pilihan itu juga, panggilan yang dia jalani tidak membuat hidupnya menjadi lebih mudah. Justru di lingkungan gereja, dia mendengar bahwasannya banyak homofobia yang bersuara terang-terangan.

Para jemaat bahkan berani menyebut dirinya “abnormal”, bahkan “kekejian bagi Tuhan” yang dimana perkataan itu bagaikan garam yang menyirami ke luka lama.

Barulah ketika dia tinggal di sebuah komunitas orang lanjut usia he Charterhouse di London, Underhill mulai menuliskan kisah hidupnya. Memoar “Coming Out of the Black Country” akhirnya diterbitkan pada saat Underwill menginjak usia 91 tahun.

Dalam buku itu, Underwill untuk pertama kalinya akhirnya mengakui secara terbuka bahwasannya dia adalah seorang homoseksual. Bagi Underhill sendiri, ini bukanlah hanya sekedar pernyataan indentitas, melainkan juga sebuah bentuk pembebasan.

ia juga menuliskan “Selama bertahun-tahun saya hidup dalam penyangkalan. Depresi terus menghantui. Tetapi pada akhirnya saya belajar menerima diri saya, dan di sanalah saya menemukan kebebasan,”

Underhill secara jelas mengklaim bahwasannya Tuhan tidaklah pernah meninggalkannya. “Tuhan tidak menghapus masalah kita, tetapi menuntun kita melewatinya, agar kita bertahan hidup,” tambahnya.

Pengakuan Underhill ini juga disertai dengan kritikan tajam terhadap institusi gereja. Menurutnya, gereja kerap kali gagal dalam membedakan antara kasih Kristus dengan dogma moral yang menindas.

Underhill juga secara jelas menolak bahwasannya homoseksual merupakan sebuah pilihan. “Bahkan sampai hari ini, Gereja saya masih tidak bisa menerima bahwa seseorang dilahirkan dengan orientasi ini. Padahal ini bukan pilihan, dan karena ini bukanlah dosa.”

RELATED ARTICLES

Most Popular

Recent Comments